PROBLEMATIKA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM RANAH PENDIDIKAN

 Fungsi bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan lembaga pendidikan adalah sebagai bahasa pengantar. Dalam pembelajaran, bahasa pengantar seharusnya menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesiaperlu diterapkan sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Akan tetapi, menurut Mujid (2009) di beberapa daerah-daerah seperti Aceh, Batak, Sunda,  Jawa, Madura, Bali, dan Makassar masih banyak yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.

Sekolah sebagai tolok ukur pengembangan ilmu pengetahuan dan tempat di mana terjadinya proses belajar mengajar antara siswa dengan guru adalah sumber utama dari penanaman nilai-nilai karakter serta nasionalisme bagi peserta didik dalam upaya mendewasakan diri dengan ilmu pengetahuan agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan cinta pada ibu pertiwi. Namun, jika dalam penggunaan bahasa Indonesiasaja masih belum optimal, akankah nilai-nilai nasionalisme siswa dapat terbentuk?

Faktor utama masih banyak sekolah yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di kelas karena bahasa daerah sebagai bahasa ibu dirasa lebih mampu dipahami oleh peserta didik dibandingkan penggunaan bahasa Indonesia.

Ketidaksantunan Berbahasa oleh Siswa Kenyataan lain yang memprihatinkan di sekolah adalah adanya ketidaksantunan bahasa yang dilakukan oleh siswa di dalam proses pembelajaran baik kepada guru maupun kepada siswa yang lain. Banyak siswa yang kurang mempedulikan bagaimana dia harus berbicara dengan santun, baik kepada guru, maupun kepada teman sebaya. Siswa kurang memahami dan mempedulikan bahwa bahasa yang dia gunakan dalam berkomunikasi dapat menjadi indikator kepribadiannya. Penggunaan bahasa yang tidak santun pada siswa ini dapat disebabkan oleh banyak faktor.

·         Lingkungan sosial dalam masyarakat. “input” dari lingkungan sosial dalam masyarakat berupa penggunaan bahasa yang buruk sangat berpengaruh kepada penggunaan bahasa oleh siswa.

·         Lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang buruk memegang peran sangat penting dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Kebiasaan yang dikembangkan dalam sebuah keluarga akan membentuk pribadi seorang anak termasuk bahasa yang biasa digunakan. Pergaulan dalam keluarga dengan penggunaan bahasa yang baik dan santun akan mendorong seorang anak menggunakan bahasa yang santun sedangkan keluarga dengan penggunaan bahasa yang yang tidak santun akan mempengaruhi anak berbahasa dengan tidak santun pula.

·       Buku-buku bacaan. Seperti diketahui, buku-buku yang biasa dibaca oleh anak memegang peran sangat penting dalam pembentukan pribadi.

·       .Media massa. Media massa, baik cetak, maupun elektronik juga membawa pengaruh terhadap anak atau siswa. Sebagai contoh, program atau tayangan televisi yang biasa ditonton oleh anak dapat mempengaruhi watak dan kepribadiannya. Tayangan atau program yang di dalamnya digunakan istilahistilah atau ugkapan yang tidak santun sangat mudah diserap atau ditiru oleh anak. Penggunaan bahasa yang kasar dan tidak santun tentu merupakan pengaruh yang buruk pada diri seorang remaja. Sebagai contoh, saat ini terdapat demikian banyak penggunaan bahasa yang tidak santun oleh siswa atau remaja, baik terhadap guru, maupun siswa yang lain sebagai akibat dari media massa yang tidak mendidik. Remaja sering meniru apa yang dia lihat dan dengar melalui media massa tanpa menyadari kualitas dan manfaatnya.

A.    Hambatan   Berbicara Bahasa  Indonesia  Dalam Keseharian Di Sekolah 

·         Adanya pandangan guru bahwa berbicara bahasa  Indonesia  dalam    keseharian di  sekolah itu tidak Umum dan masih Asing . Hal ini juga terjadi di sekolah-sekolah dari jenjang SD-SMA, mereka para guru tetap menggunakan bahasa daerahnya. Jarang sekali mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara dengan teman guru atau bahkan dengan para siswanya.

·         Belum adanya penilaian bagi siswa  yang berbicara bahasa Indonesia.

Keadaan yang demikian menimbulkan sikap apatis pada diri siswa karena merasa tidak ada gunanya baik yang berbicara bahasa Indonesia maupun yang tidak. Belum adanya pengawasan dan penilaian dari guru dalam pelaksanaan berbicara bahasa Indonesia di luar kelas mengakibatkan siswa acuh dalam mempraktikkannya. Sehingga perlu adanya model penilaian yang nyata dalam percakapan sehari-hari.

·         Tidak adanya program  berbahasa Indonesia dari lembaga  pendidikan.

Untuk sementara ini pada setiap lembaga  pendidikan belum ada yang      mempunyai inisiatif memberlakukan bahasa  Indonesia  sebagai  bahasa  sehari-       hari.  Entah  karena gengsi atau merasa  bahasa  Indonesia  tidak  terkenal.         sedini mungkin sebagai wujud  penghargaan kita terhadapnya, sehingga ke depan kita dapat berharap bahasa Indonesia  menjadi besar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATERI AQIDAH AKHLAK KELAS 1 DINIYYAH

sistem pendidikan dimesir

homonim, homofon, homograf, polisemi, peyorasi, ameliorasi, sinestesia