pemikiran pendidikan menurut KH Hasyim Asyari
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI K.H HASYIM
ASY’ARI
Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari
adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah
desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah
1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871. Asal-usul dan keturunan K.H
M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan
kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H.
A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya
yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah
Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah
Lembu Peteng (Brawijaya VII). Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan
ketokohan Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di
samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah
bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi tersebut
kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata
tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun,
Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk
mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri. Bakat
kepemimpinan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak- kanak. Ketika bermain
dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika
melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat
temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi
sesama.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan
pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu
Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu
ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan
Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H.
Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada
K. H. Ya’kub yang merupaka kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun
merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya,
sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia
21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.
H. Ya’kub tersebut. Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera
melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K. H. Hasyim
Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong
oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya
jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim
Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh
Syafi’iyah dan ilmu Hadits, terutama literatur Shahih Bukhari dan Muslim.
Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap
7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama
sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak
mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu. K. H. Hasyim Asy’ari semasa
tinggal di Mekkah berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn
Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn
Ahmad As-Saqqaf,
Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd
Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani. Ia
tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H.
Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian
keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah
Jawa. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional,
Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama.
Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim
Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama
teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU
(Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan
selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena
tuduhan itu tidak terbukti, ia dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam
perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi
gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI. Pada tahun 1926 K. H.
Hasyim Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Sejak didirikan sampai
tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia pernah
menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman pendudukan Jepang untuk
wilayah Jawa dan Madura. K. H. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947 di
Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk
kepentingan agama dan pendidikan.
B.
PEMKIRAN
K. H. HASYIM ASY’ARI TENTANG PENDIDIKAN.
Pada
tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari
mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan
keikhlasannya dalam menyosialisakan ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun
kemudian pesantren relatif ramai dan terkenal. Menurut Abu Bakar Aceh yang
dikutip oleh editor buku Rais ‘Am Nahdlatul Ulama hal.153 bahwa KH. Hasyim
Asy’ari mengusulkan sistem pengajaran di pesantren diganti dari sistem
bandongan menjadi sistem tutorial yang sistematis dengan tujuan untuk
mengembangkan inisiatif dan kepribadian para santri. Namun hal itu ditolak oleh
ayahnya, Asy’ari dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan kiai
senior. Pada tahun 1916 – 1934 Hasyim Asy’ari membuka sistem pengajaran
berjenjang. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi ke dalam dua tingkatan.
Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awal dan siffir tsani yaitu masa
persiapan untuk memasuki masa lima tahun jenjang berikutnya. Pada siffir awal
dan siffir tsani itu diajarka bahasa Arab sebagai landasan penting pembedah
khazanah ilmu pengetahuan Islam. Kurikulum madrasah mulai ditambah dengan
pelajaran-pelajaran bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan
tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran bahasa Belanda dan sejarah. Kiai
Hasyim terkenal sebagai ulama yang mampu melakukan penyaringan secara ketat
terhadap sekian banyak tradisi keagamaan yang dianggapnya tidak memiliki
dasar-dasar dalam hadis dan ia sangat teliti dalam mengamati perkembangan
tradisi ketarekatan di pulau Jawa, yang nilai- nilainya telah menyimpang dari
kebenaran ajaran Islam.
Menurut
hasyim Asy’ari, ia tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan
al-Qur’an dan hadis dan pentingnya praktek tarikat. Sebagaimana diketahui dalam
sejarah pendidikan Islam tradisional, khususnya di Jawa, peranan kiai Hasyim
yang kemudian terkenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di
lingkungan pesantren), sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama
pimpinan pesantren. Banyak pesantren besar yang terkenal, terutama, yang
berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dikembangkan oleh para kiai hasil
didikan kiai Hasyim. Beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan
adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan
manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus
diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat
suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan
jangan melecehkannya atau menyepelikannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan
ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi
semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh
pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi
siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan
lurus”. Salah satu karya monumental K. H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang
pendidikan adalah kitab Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allum wa ma Yataqaff
Al-Mu’allimin fi Maqamat Ta’limih yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H.
sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih
ditekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikan
beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadits ikut pula
mewarnai isi kitab tersebut.
Belajar
menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang
mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya
belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam,
bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu
menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan
akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan
nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan
penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain,
umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam. Catatan
yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang
ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari adalah etika dalam pendidikan, dimana guru harus
membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang
sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan banyaknya kitab hasil karangan
atau tulisan beliau. Betapa majunya pemikiran Hasyim Asy’ari dibanding
tokoh-tokoh lain pada zamannya, bahkan beberapa tahun sesudahnya. Dan pemikiran
ini ditumbuh serta diangkat kembali oleh pemikir pendidik zaman sekarang ini,
yaitu Harun Nasution, yang mengatakan hendaknya para dosen-dosen di Perguruan
Tinggi Islam khususnya agar membiasakan diri untuk menulis. Selain mumpuni
dalam bidang agama, Kiai Hasyim juga ahli dalam mengatur kurikulum pesantren,
mengatur strategi pengajaran, memutuskan persoalan-persoalan actual
kemasyarakatan, dan mengarang kitab. Pada tahun 1919, ketika masayarakat sedang
dilanda informasi tentang koperasi sebagai bentuk kerjasama ekonomi, Kiai
Hasyim tidak berdiam diri. Beliau aktif bermuamalah serta mencari solusi alternatif
bagi pengembangan ekonomi umat, dengan berdasarkan pada kitab-kitab Islam
klasik. Beliau membentuk badan semacam koperasi yang bernama Syirkatul Inan li
Murabathati Ahli al- Tujjar.
Menurut
Hasyim Asya’ri ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
Islam, beberapa hal tersebut adalah adab atau etika bagi alim / para guru.
Paling tidak menurut Hasyim Asy’ari ada dua puluh etika yang harus dipunyai
oleh guru ataupun calon guru.
a. selalu berusah
mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apapun, bagaimanapun dan dimanapun.
b. mempunyai rasa takut
kepada Allah, takut atau khouf dalam keadaan apapun baik dalam gerak, diam,
perkataan maupun dalam perbuatan.
c. mempunyai sikap
tenang dalam segala hal.
d. berhati-hati atau
wara dalam perkataan,maupun dalam perbuatan.
e. tawadhu, tawadhu
adalah dalam pengertian tidak sombong, dapat juga dikatakan rendah hati.
f. khusyu dalam segala
ibadahnya.
g. selalu berpedoman
kepada hukum Allah dalam segala hal.
h. tidak menggunakan
ilmunya hanya untuk tujuan duniawi semata.
i. tidak rendah diri
dihadapan pemuja dunia.
j. zuhud, dalam segala
hal.
k. menghindarai
pekerjaan yang menjatuhkan martabatnya
l. menghindari tempat
–tempat yang dapat menimbulkan maksiat.
m. selalu menghidupkan
syiar Islam.
n. menegakkan sunnah
Rasul.
o. menjaga hal- hal
yang sangat di anjurkan.
p. bergaul dengan
sesame manusia secara ramah,
q. menyucikan jiwa.
r. selalu berusaha
mempertajam ilmunya.
s. terbuka untuk umum,
baik saran maupun kritik.
t. selalu mengambil
ilmu dari orang lain tentang ilmu yang tidak diketahuinya.
u. meluangkan waktu
untuk menulis atau mengarang buku.
Dengan memiliki dua puluh etika tersebut diharapkan para
guru menjadi pendidikan yang baik, pendidik yang mampu menjadi teladan anak
didik. Di sisi lain, ketika pendidik mempunyai etika, maka yang terdidik pun
akan menjadi anak didik yang beretika juga, karena keteladanan mempunyai peran
penting dalam mendidik akhlak anak. Untuk itu perlu kiranya para calon pendidik
maupun yang telah menjadi pendidik untuk memiliki etika tersebut.
C.
SIGNIFIKASI
PENDIDIKAN DENGAN AL-QUR’AN DAN HADIST
Dalam membahas masalah ini, KH.Hasyim
Asy’ari mengorientasikan pendapatnya berdasarkan alqur’an dan Al-Hadits.
Sebagai contohnya ialah beliau mengambil pemikiran pendidikan tentang keutamaan
menuntut ilmu dan keutamaan bagi yang menuntut ilmu dari surat Al-Mujadilah
ayat 11 yang kemudian beliau uraikan secara singkat dan jelas. Misalnya beliau
menyebutkan bahwa keutamaan yang paling utama dalam menuntut ilmu adalah
mengamalkan apa yang telah dituntut. Secara langsung beliau akan menjelaskan
maksud dari perkataan itu, yaitu agar seseorang tidak melupakan ilmu yang telah
dimilikinya dan bermanfaat bagi kehidupannya di akherat kelak.
KH.
Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan dua
hal pokok selain dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok tersebut adalah :
1.
bagi seorang peserta didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk menuntut
ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan
melecehkan atau menyepelekannya.
2.
bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu
tidak semata-mata hanya mengharapkan materi, disamping itu hendaknya apa yang
diajarkan sesuai dengan apa yang diperbuat.
Hasyim Asy’ari juga menekankan bahwa belajar bukanlah semata-mata hanya
untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang
mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Karena
itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyebrangan untuk
mendapatkan meteri yang berlimpah.
1. Tugas
dan tanggung jawab murid
Etika belajar
Dalam
hal ini Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipenuhi oleh
peserta didik atau murid, yaitu :
1.
membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian
2.
membersihkan niat
3.
tidak menunda-nunda kesempatan belajar
4.
bersabar dan qonaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
5.
pandai mengatur waktu
6.
menyederhanakan makan dan minum
7.
bersikap hati-hati atau wara’
8.
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang pada akhirnya
menimbulkan kebodohan
9.
menyediakan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
10.
meninggalkan kurang faedah (hal-hal yang kurang berguna bagi perkembangan diri). Dalam hal ini tidak
dibenarkan ketika seorang yang menuntut ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang
bersifat rohaniah atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting.
Etika seorang murid terhadap guru
Etika
seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy’ari
hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
1.
hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan ata dikatakan
oleh guru
2.
memilih guru yang wara’ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak
disamping profesionalisme
3.
mengikuti jejak guru yang baik
4.
bersabar terhadap kekerasan guru
5.
berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih dahulu kalau harus memaksa keadaan pada bukan tempatnya
6.
duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru
7.
berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut
8.
dengarkan segala fatwanya
9.
jangan sekali-kali menyela ketika sedang
menjelaskan
10.
dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya
Etika murid terhadap pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya
memperhatikan etika berikut :
1.
memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari
2.
harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
3.
berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
4. mendiskusikan atau menyetorkan apa
yang telah ia pelajari pada orang yang dipercayainya
5.
senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu
6.
pancangkan cita-cita yang tinggi
7
bergaulah dengan orang berilmu lebih tinggi (intelektual)
8.
ucapkan bila sampai ditempat majlis ta’lim (tempat belajar, sekolah,
pesantren, dan lain-lain)
9.
bila terdapat hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan
10. bila kebetulan bersamaan banyak
teman, jangan mendahului antrian bila tidak mendapatkan izin
11. kemanapun kita pergi kemanapun kita
berada jangan lupa bawa catatan
12. pelajari pelajaran yang telah
diajarkan dengan continue (istiqomah)
13. tanamkan rasa semangat dalam belajar.
2. Tugas
dan tanggung jawab murid
Etika seorang guru
Dalam
dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki tanggung jawab. Namun
seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir serupa dengan murid,
yaitu :
Seorang
guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki etika sebagai
berikut :
1. selalu mendekatkan diri kepada Allah
2. senantiasa takut kepada Allah
3. senantiasa bersikap tenang
4. senantiasa berhati-hati
5. senantiasa tawadhu’ dan khusu’
6. mengadukan segala persoalannya kepada Allah
SWT
7. tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian
saja
8. tidak selalu memanjakan anak didik
9. berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
10.
menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah
11.
menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat
12.
mengamalkan sunnah nabi
13.
mengistiqomahkan membaca al-qur’an
14.
bersikap ramah, ceria, dan suka menebarkan salam
15.
membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah
16
menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan
17.
tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya
18.
dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Dalam pembahasan ini ada satu hal
yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang terakhir guru harus rajin menulis,
mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang dijumpai, ini juga
merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit dijumpai
karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis, mengarang
dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan.
Etika guru dalam
mengajar
Seorang
guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika
berikut :
1. mensucikan diri dari hadats dan kotoran
2. berpakaian yang sopan dan rapi serta
berusaha berbau wewangian
3. berniat beribadah ketika dalam mengajarkan
ilmu
4. menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh
Allah (walaupun hanya sedikit)
5. membiasakan membaca untuk menambah ilmu
pengetahuan
6. memberikan salam ketika masuk kedalam kelas
7.
sebelum belajar berdo’alah untuk para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan
kita
8.
berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang
mata
9. menghindarkan diri dari gurauan dan banyak
tertawa
10.
jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan
lain sebagainya
11. hendaknya mengambil
tempat duduk yang strategis
12. usahakan
berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong
13.
dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan
dengan profesionalisme yang dimiliki
14. jangan mengajarkan
hal-hal yang bersifat subhat yang dapat menyesatkan
15.
perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam meperhatikan dan jangan mengajar
terlalu lama
16. menciptakan
ketengan dalam belajar
17. menegur dengan
lemah lembut dan baik ketika terdapat murid yang bandel
18. bersikap terbuka
dengan berbagai persoalan yang ditemukan
19.
berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan ulangilah penjelasannya
agar mudah dipahami apa yang dimaksud
20.
dan apabila sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan
hal-hal yang belum dimengerti.
Dari pemikiran yang
ditawarkan oleh hasyim asy’ari tersebut, terlihatlah bahwa pemikirannya tentang
etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa yang beliau dan kita alami
selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang beliau fikirkan adalah
bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga hal inilah yang
memberikan nilai tambah begi pemikirannya.
Etika guru terhadap
murid
Guru
dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda, namun terkadang
seorang guru dan murid mempunyai tanggung jawab yang sama, diantara etika
tersebut adalah :
1.
berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at
islam
2.
menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian
3.
hendaknya selalu melakukan instropeksi diri
4. menggunakan metode
yang sudah dipahami murid
5.
membangkitkan semangat murid dengan memotivasinya, begitu murid yang satu
dengan yang lain
6. memberikan latihan –
latihan yang bersifat membantu
7. selalu memperhatikan
kemapuan peserta didik yang lain
8. bersikap terbuka dan
lapang dada
9. membantu memecahkan
masalah dan kesulitan peserta didik
10.tunjukkan sikap yang
arif dan tawadhu’ kepada peserta didik yang satu dengan yang lain.
Bila sebelumnya seorang murid dengan
guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, maka setelah kita telaah
kembali, ternyata seorang guru dan murid juga memiliki tugas yang serupa
seperti tersebut di atas. Ini mengindikasikan bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari
tidak hanya tertuju pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik
dan guru, namun juga keasamaan yang dimiliki dan yang harus dijalani. Hal ini
pulalah yang memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil
pemikirannya.
PENUTUP
Simpulan
Dari
pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. KH. Hasyim Asy’ari
menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan dua hal pokok selain
dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok tersebut adalah :
a. bagi seorang peserta
didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk menuntut ilmu, jangan
sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan melecehkan
atau menyepelekannya.
b. Bagi guru dalam
mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu tidak semata-mata
hanya mengharapkan materi, disamping itu hendaknya apa yang diajarkan sesuai
dengan apa yang diperbuat.
2. Dalam dunia
pendidikan Guru dan Murid mempunyai tugas dan tanggung jawab berupa etika yang
harus di penuhi dan di mengerti oleh guru dan murid selama kegiatan belajar
mengajar maupun sebelum kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Noor, M. ,
Rohinah, KH. Hasim Asy’ari Memodernisasi
NU dan Pendidikan Islam, (Jakarta:Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2010)
Komentar
Posting Komentar