pemikiran pendidikan menurut ahmad dahlan
PENDAHULUAN
What se do in
life….enchoes in eternity…Setiap peristiwa di
jagad raya ini adalah potongan mozaik. Terserak di sana-sini, tersebar dalam
rentang waktu dan ruang-ruang. Namun perlahan-lahan ia akan bersatu membentuk
sosok seperti MontaseAnton Gaudi. Kita sebagai generasi pendidik, mozaik-mozaik
itu akan membangun siapa diri kita, lalu apa yang akan kita kerjakan dalam
dunia kita sebagai bagian dari mozaik dunia pendidikan kita. (Andrea Hirata,
Sang Pemimpi) Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan kau hidup dari Muhammadiyah
(Buya Ahmad Dahlan) Sampai sekarang permasalahan pendidikan masih sangat hangat
dibicarakan oleh para ilmuwan Muslim di seantero dunia (mis. pada konferensi
pendidikan) dengan mencoba menginventarisis pendidikan untuk diberikan solusi.
Pada masa kolonialisme, pola pendidikan yang dualistis masih terjadi di
Indonesia yaitu adanya system pendidikan colonial dan system pendidikan Islam
(pesantren). Pendidikan colonial sangat berbeda dengan pendidikan Islam
“tradisional”. Perbedaan itu, bukan hanya dari segi metode, tetapi lebih khusus
lagi dari segi isi dan tujuan pendidikan.
Pada
awalnya tempat-tempat pendidikan yang didirikan oleh pemerintahan colonial
Belanda khusus bagi anak-anak Belanda dan anak orang asing lainnya atau bagi anak
pribumi yang berasal dari tokoh terkemuka seperti orang kraton (priyayi) dan
pejabat desa. Lembaga pendidikan yang dikhususkan bagi anak-anak tertentu itu
dinamakan Europeesche Lagere School. Namun
sejak adanya politik etika colonial Belanda berdiri berbagai macam sekolah,
maka mulai dari Inlandsche Lagere School
yang disebut sekolah rendah. Hogere
Burger School (HBS), Meer Vitgebreit
Lagere Onderwijs (MULO) sebagai sekolah menengah pertama. Sampai Algemeene Midle Bare School (AMS) sebagai
sekolah lanjutan atas. Sesuai dengan landasan politik yang dijalankan
pemerintah Belanda, maka tujuan sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah
Belanda juga mencerminkan arah politiknya, yakni sekedar untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja yang agak terdidik. Di sisi lain, pendidikan yang
dikelola oleh pemerintah colonial, berorientasikan pada pengetahuan dan
ketrampilan duniawi. Corak pendidikan tersebut sesuai dengan strategi politik
pemerintah colonial Belanda yang ingin netral terhadap agama. Secara umum,
fenomena di atas menunjukkan bahwa keadaan social-ekonomi-kultural dan politik
saat itu benar-benar merupakan tantangan bagi sejumlah tokoh pada saat itu yang
harus dijawab dengan ide dan tindakan.
Selanjutnya
setting social di atas menunjukkan fenomena bahwa umat Islam dihadapkan pada
maslah dikotomi pendidikan, yaitu pengaruh kebudayaan Barat dan kemunduran
intelektural di pihak lain. Sadar akan tantangan yang demikian, di beberapa
kawasan Nusantara tampil para tokoh dan pemikir membawa seperngkat pemikir,
baik dalam bentuk tulisan maupun melalui karya nyata sebagai jawaban terhadap
tantangan yang mereka hadapi. Mereka itulah yang disebut dengan kaum pembaharu
yang kehadiran dan kebangkitan mereka bertujuan tidak hanya untuk menentang
pengaruh Barat dari segi social dan cultural, tetapi juga untuk menghimbau
mereka untuk kembali kepada dasar-dasar pokok Islam melalui jalur pendidikan
sebagai central kegiatan politiknya.
Di antara tokoh pembaharu, diantaranya
muncul di Kauman Yogyakarta yaitu K. H.
Ahmad Dahlan (1868-1923) dengan pemikirannya mengenai pendidikan Islam dan
organisasi Muhammadiyahnya yang didirikan pada tahun 1921 M. Untuk itu dalam
makalah ini akan dibahas mengenai Biografi K.H. Ahmad Dahlan, Pemikiran beliau
mengenai Pendidikan Islam, beliau sebagai pembaharu dan hubungannya dengan
Muhammadiyah.
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT
HIDUP
Seperti
yang kita ketahui bahwa penulisan riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan telah banyak
dilakukan oleh para sarjana.K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada
tahun 2008 . Nama kecilnya adalah Muhammad Darwisy dan merupakan anak keempat
dari K.H. Abu Bakar (seorang ulama dan khatib terkemuka di Mesjid Besar
Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya merupakan putrid dari H. Ibrahim yang
menjabat sebagai penghlu kesultanan juga. Ia merupakan anak keempat dari tujuh
ornag bersudara yang keseluruhan saudaranya perempuan kecuali adik bungsunya.
Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang keduabelas dari maulana malik
Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo,
yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah
Jawa. Ia dikenal jujur dan sederhana dan inilah yang membuatnya disukai orang.
Untuk mempelajari ilmu-ilmu agama ia berpindah dari satu sekolah ke sekolah
lainnya. Ia mempunya sikap kritis terhadap pola pendidikan tradisional, tetapi
tidak punya kekuatan untuk mengubahnya. Dalam keadaan seperti ini Ia beruntung
memproleh kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada tahun 1890.Di
sinilah Ia berinteraksi dengan pemikir-pemikir pembaharu dalam dunia Islam,
seperti Muhammad Abduh, al-Afgani, Rasyid RIdha, dan Ibnu Taimiyah. Pemikiran
tokoh-tokoh Islam ini mempunya pengaruh yang besar padanya. Jiwa dan
pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini sehingga kelak
kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui
Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan
(ke-Islaman) di sebagian dunia Islma saat itu yang masih bersifat ortodoks.
Melalui
kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasan beliau
tentang universalitas Islam. Ide-ide tentang reenterpretasi Islam dengan
gagasan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khususnya saat
itu. Ia juga merupakan murid Syaikh Ahmad Khatib (1899-1916), tokoh kelahiran
Indonsea yang saat itu menempati posisi tertinggi dalam penguasaannya atas
ilmu-ilmu agama di Mekkah. Dalam pendidikan keagamaan formalnya sebagian besar
waktu K.H. Ahmad Dahlan tampaknya dihabiskan untuk mempelajari ajaran Islam
tradisionalis, karena itu perkenalannya dengan gagasan-gagasan modernisme Islam
kemungkinan terjadi lewat bacaan pribadi dan hubungannya dengan kaum moerdenis
Muslim lain. Sekembalinya dari Mekkah tahun 1905 ia menikah dengan Siti
Walidah, anak perempuan seorang hakim di Yogyakarta yang kelak dikena dengan
Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Karena
gajinya sebagai khatib tidak mencukupi untuk memenuhi keperluannnya
sehari-hari, ia berdagang batik. Ini membawanya ke hampir seua daerah di Jawa
dan memberinya kesempatan untk menyampaikan gagasan-gagasannya kepada kaum
Muslim yang menonjol di daerah masing-masing. Mereka inilah yang belakangan
menjadi bagian inti gerakan Muhammadiyah dan pengikutnya yang bersemangat.
K.H. Ahmad Dahlan juga bergabung dengan
organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, anggota teras Sarekat Islam. hingga
akhirnya di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 lahirlah Muhammadiyah
sebagai gerakan umat Islam. dan sejak awal K.H. Ahmad Dahlan menetapkan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat social dan bergerak di
bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut. Namun, pada saat Muhammadiyah teratur dan kuat, K.H. Ahmad Dahlan
berpulang ke rahmatullah pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun. Dan
sekarang kita dapat menyaksikan Muhammadiyah menjadi semakin maju dan
berkembang di seluruh nusantara dengan berbagai amal usahanya tidak terlepas
dari usaha beliau yang sangat luar biasa.
B. PEMIKIRAN
PENDIDIKAN K.H AHMAD DAHLAN
Buya
merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan saat itu, dibuktikan
dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia
yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakat. Karena itu buya merentaskan beberapa pandangannya mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:
1.
Pendidikan
Integralistik
K.H
Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab
itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti
lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun
naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk
dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan
akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan
tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu: (1) pengetahuan tertinggi
adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap
kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap
kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal adalah kebutuhan
dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi
bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada
petunjuk Allah sAw.
Berbeda
dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada
persoalan politik dan ekonomi, K.H. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya
dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya
mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya. Seiring dengan
bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi
sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka
panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam semacam pondok
pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua:
pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang
hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan
pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini K.H. Ahmad Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat tenaga untuk
mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas Beliau adalah lahirnya manusia-manusia baru
yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang
muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan
rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H.
Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan
sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan
mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum
bersama-sama diajarkan.
Namun,
ide Beliau tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim
ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai
dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesau
dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan
2.
Mengadopsi
Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-madrasah
Pendidikan Agama
Yaitu
mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Sebagai contoh, K.H.
Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar
Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak
menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah
24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
1. Baik budi, alim dalam agama
2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia
(umum)
3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
Ada
empat pokok model pembaharuan pendidikan di Pondok Muhammadiyah antara lain:
|
NO
|
Sistem Pendidikan
Lama
|
Pondok Muhammadiyah
|
|
1
2.
3
4.
|
System belajar mengajar Weton dan
Sorogan
Bahan pelajaran semata-mata agama,
kitab-kitab karangan ulama pembaharuan tidak dipergunakan.
Belum ada RP yang teratur dan
integral
Hubungan guru dan murid lebih
bersifat otoriter dan kurang demokratis.
|
Sistem klasikal dengan cara-cara
Barat
Bahan pelajaran tetap, ditambah
ilmu pengetahuan umum
Kitab-kitab agama dipergunakan
secara luas, baik klasik maupun kontemporer
Diusahakan suasana hubungan guru
dan murid lebih akrab bebas dan demokratis. .
|
Dalam
pendidikan di pondok Muhammadiyah mata pelajaran agama dan alat untuk
mempelajari agama sebagai mata pelajaran pokok. Program pendidikan pondok
Muhammadiyah berbeda dengan sekolah Muhammadiyah. Pondok Muhammadiyah
menekankan hal keagamaan. Pondok Muhammadiyah menekankan hal keagamaan .
sementara sekolah kelas I dan II yang dikelola Muhammadiyah, pendidikan agama
hanya sebagai mata pelajaran suatu bidang studi yaitu mata pelajaran Agama
Islam. mata pelajaran ini disampaikan pada suatu kelas tertentu dnegna waktu
yang ditetapkan. Sekolah Muhammadiyah pada awal abad ke-20 sudah menerapkan
system ulangan, absensi murid dan kenaikan kelas. Sementara itu, ujian idpakai
sebagai pengukur kecakapan murid. Pendidikan Muhammadiyah juga ditunjang dengan
beberapa kegiatan di luar jam pelajaran dan guru dihormati secara wajar.
K.H.
Ahmad Dahlan telah membawa pembaharuan pendidikan waktu itu melalui
Muhammadiyah baik dengan memasukkan mata pelajaran agama di sekolah-sekolah
umum dan menyerap ilmu-ilmu yang datang dari Barat, serta memasukkan
kitab-kitab ulama baru ke dalam kurikulumnya. Semuanya itu mengundang munculnya
berbagai kecaman terhadap beliau. Ada yang menuduh sebagai murtad, kreisten,
penganut paham mu’tazilah, kharijiah, dsb. Bahkan sampai tahun 1933 disebutkan
bahwa sekolah Muhammadiyah sebagai sekolah kebelanda-belandaan atau
kebarat-baratan. Namun Muhammadiyah tetap bisa bertahan dan hingga saat ini
mewajikan pembelajaran pengetahuan keIslaman yang disebut al-Islam dan
keMuhammadiyahan, dengan mengajarkan Islam versi Majlis Tarjih. Muhammadiyah
selalu terbuka dan terus berkembang, termasuk dalam hal keputusan Tarjih. Hal
ini karena dalam penentuan sebuah keputusan Tarjih diambil dengan cara mencari
yang paling kuat dasarnya, bahkan bisa terjadi tidak sejalan dengan praktik
yang dilakukan pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan.
3.
Memberi
Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda
Muhammadiyah
baru memutuskan meminta kepada pemerintah agar memberi izin bagi orang Islam
untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah Goebernemen pada bulan April
1922. sebenarnya sebelum Muhammadiyah didirikan ini sudah diusahakan namun baru
mendapat izin saat itu. Hingga akhirnya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah
swasta yang meniru sekolah Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya.[Tujuan
pokok organisasi dan pendirian lembaga pendidikan menjadi orientasi utama K.H.
Ahmad Dahlan sehingga berusaha untuk menandingi sekolah pemerintahan Belanda
dengan mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan fasilitas dan mendesakkan
pengalaman iman. Sekolah Dasar Belada dengan al-Qur’an didirikan dari
keterkesanannya terhadap kerja para misionaris Kristen dan SD Belanda dengan
Alkitabnya.Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi
dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal
dengan gaya pesantrennya yang kental.
Dengan
contoh metode dan system pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan
juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan
Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan lahirlah
kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi
ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan
melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan
moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang
efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur
penting berkat bantuan istri dan
koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu, dibukalah
masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di
Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga
membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.
4.
Menerapkan
Sistem Kooperatif dalam Bidang Pendidikan
Kita
dapat melihat adanya kerjasama yang harmonis antara pemerintahan Belanda dengan
Muhammadiyah. Keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Pertama, dari sikap non
oposisional. Kedua, mendukung program pembaharuan keagamaan termasuk di dalam bidang pendidikan. Sikapnya
yang akomodatif dan kooperatif memberikan ketentuan mutlak untuk bertahan hidup
di tengah iklim yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan
disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat bertahan saat itu.
Sehingga K.H. Ahmad Dahlan dapat masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan
kaum misionaris yang diciptakan oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih
maju kedepan dari pada sistem penddikan pribumi yang tradisional. Dari uraian
tersebut di atas, ada beberapa catatan yang direntaskan oleh buya, antara lain:
1.Membawa pembaruan
dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula seistem pesantren menjadi
system sekolah.
2.Memasukkan pelajaran
umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah.
3.Mengadakan perubahan
dalam metode pengajaran, dari yang semula menggunakan metode weton dan sorogan
menjadi lebih bervariasi.
4.Mengajarkan sikap
hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan.
5.Dengan
Muhammadiyahnya buya berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan dari yang berbentuk sekolah agama
hingga yang berbentuk sekolah umum.
6.Berhasil
memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam system pendidikan yang
dirancangkannya.
7.Ahmad Dahlan dan
Muhammadiyah
C. AHMAD
DAHLAN SEBAGAI PEMBAHARU
Ada
banyak hal yang menjadikan K.H. Ahmad Dahlan sebagai pembaharu, di antaranya
yaitu:
1.Melakukan
purifikasi ajaran Islam dari khurafat tahayul dan bid’ah yang selama ini telah
bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam, dan mengajak umat Islam untuk
keluar dari jarring pemikiran teradisional melalui reinterpretasi terhadap
doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
2.Usaha
dan jasanya mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut
mestinya. Umumnya masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap
Timur dan orang-orang shalat mengahadap kea rah Barat lurus. Padahall kiblat
yang seenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa haruslah iring kearah Utara + 24
derajat dari sebelah Barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang ilmu falak
itu, ornag tidak boleh menghadap kiblat menuju Barat lurus, melainkan harus
miring ke Utara + 24 derajat. Oleh sebab itu, K.H. Ahmad Dahlan mengubah
bangunan pesantrennya sendiri supaya menuju kea rah kiblat yang betul.
Perubahan yang diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat tantangan keras
dari pembesar-pembesar masjid dan kekuasaan kerajaan
3.Berdasarkan
perhitungan astronominya, K.H. Ahmad Dahlan menyataka bahawa hari raya Idul
Fitri yang bersamaan dengan hari ulang tahun Sultan,, harus dirayakan sehari
lebih awal dari yang diputuskan para ulama “mapan”. Dan melaksanakan shalat
Idul Fitri di lapangan. Sultan menerima pendapat K.H. Ahmad Dahlan namun karena
ini pula beliau kehilangan lebih banyak lagi simpati dari kalangan ulama
“mapan”.
4.Mengajarkan
dan menyiarkan agama Islam dengan popular, bukan saja di pesantren, melainkan
ia pergi ke tempat-tempat lain dan mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat
dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah bapak Muballig Islam di Jawa Tengah,
sebagaimana syekh M. Jamil Jambek sebagai bapak Muballigh di Sumatra Tengah.
5.Mendirikan
perkumpulan Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia sampai sekarang.
6.Sebuah
Refleksi Dan Kritik Realita Sekolah-Sekolah Muhammadiyah Saat Ini
KESIMPULAN
Gerakan
Muhammadiyah dikenal luas sebagai gerakan yang sangat dipengaruhi oleh gagasan
modern dan reformis pembaru Mesir Muhammad Aabduh (1849-1905), yaitu
dimaksudkan untuk memurnikan Islam di Indonesia dari praktik-praktik khurafat
tradisional yang tidak Islami. Dalam rangka memajukan program pembaruannya,
Muhammadiyah menyerukan agar kaum Muslim kembali kepada Islam yang murni dan
menafsirkan untur-unsur kebudayaan Barat dalam kerangka ajaran Islam.
Dalam
rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus;
memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang
pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh
yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Beliau tentang model pendidikan
integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam
proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan
yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah
teknik pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau
psikologi perkembangan.
Setelah
melihat sepak terjang K.H. Ahmad Dahlan dalam gagasan dan praktek pendidikan
Islam melalui Muhammadiyahnya, kita tahu besar sekali jasa beliau dalam
meletakkan pelajaran agama sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah pemerintah
sampai saat ini dari pendidikan kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Gagasan
K.H. Ahmad Dahlan selanjutnya dijadikan inspirasi bagi penetapan bidang studi
umum dan agama Islam yang wajib diberikan di sekolah dasar dan diikuti oleh
murid-murid yang beragama Islam.
Pemikiran
K.H. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan berangkat dari keinginan untuk
mewujudkan manusia yang mewakili kepribadian yang integral dan pengetahuan yang
seimbang. Sehingga dipandang pentingnya memberikan pengetahuan agama bagi
mereka yang berada di sekolha-sekolah umum dan pengetahuan umum bagi mereka
yang selama ini belum pernah mendapatkannya.
Tampak
jelas dalam kurikulumnya bahwa kurikululum yang ditetapkan DikNas, pendidikan
Muhammadiyah juga mengkompromikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada
sekolah negeri pelajaran agama merupakan satu bidang studi. Sedang di
pendidikan Muhammadiyah dibagi menjadi empat, yaitu akidah, al-Qur’an, tarikh
dan akhlaq
K.H.
Ahmad Dahlan dapat dikatakan sebagai peletak dasar pemikiran Muhammadiyah yang
tidak bersikap apriori terhadap Barat. Ia melihat kemajuan yag dibawa Barat dan
ia bekeyakinan bahwa salah satu jalan untuk mengankat umat Islam adalah dengan
mendidik mereka dalam lembaga pendidika yang mempunyai system yang tersendiri
sebagai hasil pemikirinannya. Lembaga-lembaga pendidikan inilah yang kemudian
menjadi sarana pelestarian hasil-hasil keputusan tarjih.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007).
Abdul Munir Mulkhan, Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan
(Yogyakarta: Pustaka, 2005)
Abuddin Nata, FIlsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru) (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2005
Ahmad Mansur Suryanegara, Filsafat Sejarah (Makalah Mata Kuliah),
(Jurusan SPI Fak.Adab IAIN SGD, Bandung, 2003)
Ali Asyraf, Horison Baru Pendidikan Islam, terjemahan, Sori Siregar (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993)
Alwi Shihab, Membendung Arus Resopn Gerakan Muhammdiyah Terhadap Penetrasi Misi
Kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998)
Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam
(Jember, Mutiara Offset, 1985)
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan Bintang,
1993)
Komentar
Posting Komentar